Materi Sejarah Indonesia SMA Kelas XI Semester 1 (BAB 2) Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Eropa
A. Dampak dalam Bidang Politik-Pemerintahan dan Ekonomi
1. Bidang Politik dan Sruktur Pemerintahan
Dalam bidang politik, para penguasa penjajahan Barat terutama Belanda melakukan kebijakan yang sangat ketat dan cenderung menindas. Pemerintah kolonial menjalankan politik memecah belah atau devide et impera. Tidak hanya politik memecah belah, tetapi juga disertai dengan tipu muslihat yang cenderung menghalalkan segala cara sehingga melanggar norma-norma kemanusiaan.
Berangkat dari politik memecah belah dan praktik-praktik tipu muslihat itu, kekuatan kolonial Belanda terus memperluas wilayah kekuasaannya. Penguasa kolonial juga selalu campur tangan dalam pergantian kekuasaan di lingkungan kerajaan/pemerintahan pribumi. Penguasa-penguasa pribumi/lokal dan rakyatnya kemudian menjadi bawahan penjajahan. Hal ini dapat menimbulkan sikap rendah diri di kalangan rakyat. Beberapa penguasa pribumi mulai tidak memperhatikan rakyatnya.
Dalam sruktur pemerintahan dikenal adanya pemerintahan tertinggi, semacam pemerintahan pusat. Sebagai penguasa tertinggi adalah gubernur jenderal. Di tingkat pusat ini juga ada lembaga yang di sebut dengan Raad Van Indie, tetapi perannya cenderung sebagai dewan penasihat. Dalam pelaksanaan pemerintahan juga dikenal adanya departemen-departemen untuk mengatur pemerintahan secara umum. Beberapa departemen hasil reorganisasi tahun 1866, antara lain ada Departemen Dalam Negeri; Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan; Departemen pekerjaan Umum; Departemen Keuangan; Departemen Urusan Perang; kemudian dibentuk Departemen Kehakiman (1870); Departemen Pertanian (1904), yang disempurnakan menjadi Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan (1911). Sementara itu, dalam pelaksanaan pemerintahan dalam negeri, sangat jelas adanya dualisme pemerintahan. Ada pemerintahan Eropa (Europees bestuur) dan pemerintahan pribumi (Inlands bestuur).
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles di Hindia Belanda, ia mereformasi pemerintahan pada saat itu. Raffles yang berpandangan liberal mulai menghapus ikatan feodal dalam masyarakat jawa. Masyarakat jawa yang suda terbiasa hidup dalam adat-istiadat dan ikatan feodal yang kuat dipaksa untuk mengikuti sistem birokrasi baru.
Pada masa pemerintahan kolonial belanda, sistem pemerintahan Raffles diperbaiki kembali. Di samping itu untuk menyatukan kembali seluruh wilayah Hindia Belanda yang masih berbentuk kerajaan-kerajaan, pemerintah kolonial belanda melakukan politik pasifikasi kewilayahan di Aceh, sumatera barat, jawa, kalimantan, sulawesi, sunda kecil, maluku dan papua. Penyatuan seluruh wilayah Hindia Belanda ini baru berhasil sekitar tahun 1905.
2. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Daendels, perubahan sistem pemerintahan telah membawa pada perubahan sistem perekonomian tradisional. Dalam sistem modern, tanah-tanah milik Raja berubah statusnya menjadi tanah milik pemerintah kolonial. Dalam masa pemerintahan kolonial, mencari uang dan mengumpulkan kekayaan menjadi tujuan utama. Uang dan kekayaan mereka kumpulkan untuk membiayai keperluan pemerintahan yang sedang berlangsung saat itu. Untuk mendapatkan uang pemerintah kolonial memperolehnya dari penjual hasil bumi dari para petani berupa pajak. Petani pun harus menjual hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan.
Pada masa Raffles terjadi perubahan sistem kepemilikan tanah dari tanah raja dan penguasa lokal ke pemerintah. Ini berarti pemerintah mempunyai kewenangan untuk menyewakan tanah. Perubahan dari sistem kepemilikan inilah yang menyebabkan pula terjadinya perubahan hubungan antara raja dan kawulanya, yaitu dari patron-client menjadi hubungan-hubungan yang bersifat komersial. Adanya penyewaan tanah ini berarti pemerintah mendapatkan pajak tanah, dan kas pemerintah pun terisi. Dengan demikian pelaku ekonomi adalah pihak swasta. Sistem ini telah membuka kemerdekaan ekonomi yang didukung oleh kepastian hukum usaha. Perdagangan bebas pun mulai dilakukan. Dalam kaitannya dengan ini, bila perdagangan bebas dilakukan maka kemakmuran rakyat akan tumbuh dengan sendirinya. Sejak itulah sistem kegiatan ekonomi uang di desa-desa jawa dan daerah lain di Hindia Belanda yang telah lama dikenal dengan sistem ekonomi swadaya berubah menjadi sistem ekonomi komersial.
B. Dampak dalam Bidang Sosial-Budaya dan Pendidikan
1. Bidang Sosial-Budaya
Penjajahan bangsa barat di indonesia secara tegas telah menerapkan kehidupan yang diskriminatif. Orang-orang barat memandang bahwa mereka yang berkulit putih sebagai kelompok yang kelas I, kaum Timur Asing sebagai kelas II, dan kau Pribumi dipandang sebagai masyarakat kelas III, kelas yang paling rendah. Hal ini membawa konsekuensi bahwa budayanya juga dipandang paling rendah. Pandangan ini sengaja untuk menjatuhkan martabat bangsa indonesia yang memang sedang dijajah.
Memang barat ini ingin memberantas budaya feodal. Terbukti belanda berhasil menggeser hak-hak istimewa para penguasa pribumi. Para penguasa pribumi, telah kehilangan statusnya sebagai bangsawan yang sangat dihormati rakyatnya. Mereka telah ditempatkan sebagai pegawai pemerintah kolonial, sehingga tidak memiliki hak-hak istimewa kebangsawannya. Status dan hak-hak istimewanya justru diambil oleh Belanda. Masyarakat indonesia harus menghormati secara berlebihan kepada penguasa kolonial.
Harus diakui dengan adanya dominasi orang-orang Barat di Indonesia telah menanamkan nilai-nilai budaya yang umunya kurang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa indonesia. Bahkan perkembangan budaya barat yang cenderung dipaksakan juga telah menggeser nilai-nilai budaya keindonesiaan.
Kedatangan dan dominasi bangsa-bangsa Barat juga telah membawa pengaruh semakin intensifnya perkembangan agama kristen. Hal ini tentu sejenak menimbulkan culture shock di kalangan masyarakat muslim di Indonesia. Namun dalam perkembangannya mampu beradaptasi sehingga menambah khasanah keragaman di Indonesia.
2. Bidang Pendidikan
Awal abad ke-20, politik kolonial memasuki babak baru. Dimulailah era Politik Etis yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Idenburg yang kemudia menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916). Ada 3 program Politik Etis, yaitu irigasi, edukasi, dan trasmigrasi. Adanya politik etis membawah pengaruh besar terhadap perubahan arah kebijakan politik negeri Belanda atas negeri jajahan. Pada era itu pula muncul simbol baru yaitu "kemajuan". Dunia mulai bergerak dan berbagai kehidupan pun mulai mengalami perubahan. Di Batavia lambang kemajuan ditunjukkan dengan adanya trem listrik yang mulai beroperasi pada awal masa itu. Dalam bidang pertanian pemerintah kolonial memberikan perhatiannya pada bidang pemenuhan kebutuhan pangan dengan membangun irigasi.
Hal yang sangat penting untuk mendukung simbol kemajuan itu maka dalam era Politik Etis ini dikembangkan program pendidikan. Pendidikan ini ternyata tidak hanya untuk orang-orang Belanda tetapi juga diperuntukkan kaum pribumi, tetapi dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Suasana dan simbol kemajuan melalui program pendidikan ini juga didukung oleh adanya surat-surat R.A. Kartini kepada sahabatnya Ny. R.M. Abendanon di Belanda, yang merupakan inspirasi bagi kaum etis saat itu. Semangat era etis adalah kemajuan menuju modernitas.
Dalam bidang pendidikan meskipun dampaknya sangat kecil kepada penduduk pribumi, tetapi membawa dampak pada tumbuhnya sekolah-sekolah. Untuk memperluas program pendidikan maka keberadaan sekolah guru sangat diperlukan. Dikembangkan sekolah guru. Sebenarnya sekolah guru atau kweekschool sudah dibuka pada tahun 1852 di Solo. Berkembanglah pendidikan di Indonesia sejak jenjang pendidikan dasar seperti Hollands Inlandse School (HIS) kemudia Meer Uitgebrein Lager Onderwijs (MULO). Untuk kelanjutan pendidikannya, kemudian dibuka sekolah menengan yang disebut Algemene Middelbare School (AMS), juga ada sekolah Hogere Burger School (HBS). Kemudian khusus untuk kaum pribumi disediakan "Sekolah Kelas Satu" yang murid-muridnya berasal dari anak-anak golongan atas yang nanti akan menjadi pegawai, dan kemudian rakyat pada umumnya disediakan "Sekolah Kelas Dua" yang di Jawa dikenal dengan "Sekolah Ongko Loro".
Memang harus diakui, meskipun penduduk pribumi yang dapat bersekolah sangat sedikit, namun keberadaan sekolah itu telah menumbuhkan kesadaran dikalangan pribumi akan pendidikan. Hal ini mempercepat proses modernisasi dan munculnya kaum terpelajar yang akan membawa pada kesadaran nasionalisme.
0 Response to "Materi Sejarah Indonesia SMA Kelas XI Semester 1 (BAB 2) Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Eropa "
Post a Comment