-->

Materi SEJARAH INDONESIA SMA Kelas XI Semester 1 (BAB 1) Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia

BAB 1

Kolonialisme Dan Imperialisme Barat di Indonesia 

A. Kolonialisme Dan Imperialisme Barat di Indonesia

      Industrialisasi dan Imperialisme 

       Politik imperialisme modern berbeda dengan pelaksanaan politik imperialisme kuno      sebelum terjadinya Revolusi Industri. Dalam politik Imperialisme kuno, penguasaan daerah baru dimaksudkan untuk mendapatkan logam mulia (gold), mendapatkan kejayaan bangsa (glory), dan menyebarkan ajaran injil (gospel).

        Imperialisme modern yang dijalankan negara-negara Eropa setidaknya memiliki tiga tujuan                 berikut :

       1). Mendapatkan daerah pemasaran hasil industri

       2). Mendapatkan daerah penghasil bahan mentah atau bahan baku

       3). Mendapatkan daerah penanaman modal 

        Imperialisme modern dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi negara imperial. Dalam praktiknya, imperialisme modern dilakukan dengan menguasai negara lain sebagai sumber penghasil bahan mentah dan tempat pemasaran hasil industri. 

    Kolonialisme 

         Kolonialisme muncul pasca-Revolusi Industri sebagai akibat dari adanya hasrat untuk mencari sumber daya alam yang sebesar-besarnya yang digunakan sebagai bahan industri di kawasan Eropa. Target pencarian sumber daya alam ini adalah negara-negara yang memiliki sumber daya alam yang banyak, seperti kawasan di Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.

         Bermula hanya dari kepentingan berdagang, bangsa-bangsa Eropa ini kemudian mulai mengklaim daerah-daerah yang didatangi sebagai miliknya. Hal ini semakin nyata setelah disepakatinya Perjanjian Zaragosa antara Portugis dan Spanyol yang membagi dunia atas dua bagian yang menjadi milik mereka. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul negara-negara Eropa lain, seperti Inggris, Belanda, Prancis, yang juga mengklaim daerah-daerah yang didatanginya sebagai milik atau koloninya. Inilah yang disebut Kolonialisme. 

Masuknya Bangsa Eropa ke Indonesia

Penjelajahan Bangsa Spanyol

         Penjelajahan samudra yang dilakukan bangsa Spanyol pertama kali dipimpin oleh Christopher Columbus. Ia mengajukan misi pelayaran kepada Raja Spanyol untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah di dunia Timur. Pada tahun 1492, Columbus memulai misi penjelajahan bangsa Spanyol. Tujuan misi ini adalah menemukan Kepulauan Hindia, daerah penghasil rempah-rempah.

         Ketika mendarat di Kepulauan Bahama di Benua Amerika, Columbus mengira ia telah sampai di Kepulauan Hindia. Kepulauan Bahama kemudian dianggap sebagai wilayah jajahan Spanyol. Misi penjelajahan selanjutnya berhasil menguasai daerah Meksiko, dengan menaklukkan suku Indian Aztec dan Indian Maya.

         Misi kedua dilakukan oleh Ferdinand Magellan pada 20 September 1519. Ia berlayar mulai dari Sanlucar de Barrameda Spanyol ke arah barat menuju bagian selatan Benua Amerika. Pada tahun 1520, Magellan mencapai Kepulauan Filipina. Pada saat mendarat, di filipina sedang terjadi pertikaian antar-suku lokal. Magellan berusaha mendamaikan, tetapi malah terbunuh. Ia meninggal pada 27 April 1521. 

         Misi penjelajahan bangsa Spanyol selanjutnya dipimpin oleh Navigator Magellan, Sebastian Del Cano. Pada tahun 1521, armada Spanyol mendarat di Kepulauan Maluku. Di Maluku, misi pimpinan Sebastian Del Cano ini membeli rempah-rempah dan membawahnya ke Spanyol dengan kapal victoria. Kabar tentang keberhasilan armada Del Cano menemukan daerah penghasil rempah-rempah segera tersebar di penjuru Spanyol. Akibatnya hingga tahun 1534, kapal-kapal Spanyol berduyun-duyun datang di Kepulauan Maluku. Selain membawa misi ekonomi, misi penjelajahan Spanyol juga menyebarkan agama Katolik. Seorang pastor yang pernah membawa misi penyebaran agama katolik ke Maluku adalah Santo Franciscus Xaverius. Ia menyebarkan agama Katolik di Ambon, Ternate, dan Morotai. 

Penjelajahan Bangsa Portugis 

       Bangsa Portugis menempuh jalur penjelajahan ke arah Timur karena adanya perjanjian Tordesillas (1494) antara Spanyol dan Portugis, Berdasarkan Perjanjian Tordesillas, bangsa Spanyol mendapatkan wilayah sebelah barat dari Kepulauan Cape Verde (sebelah Barat Afrika), sedangkan bangsa Portugis mendapatkan wilayah sebelah Timur. Perjanjian ini dimaksudkan untuk mencegah bentrokan antarkedua negara itu dalam memperebutkan daerah baru.

       Misi penjelajahan Bangsa Portugis dipimpin oleh Bartholomeus Dias, seorang pelaut Portugis yang mendapat perintah dari Raja Portugis. Pada tahun 1488, Bartholemu Dias berhasil mencapai Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Benua Afrika. Namun, Bartholemeu Dias tidak mampu melanjutkan misi perjalanan karena kerusakan kapal. 

       Pelayaran selanjutnya dilakukan oleh Vasco da Gama yang mendarat di Calicut (India) pada tahun 1498. Dari India, pada tahun 1510, Portugis mengirim misi ekspedisi ke timur yang dipimpin oleh Afonso de Albuquerque sampai di Goa, India bagian selatan. 

       Di Goa, de Albuquerque mendengar cerita dari pedagang Gujarat dan Arab tentang kekayaan daerah Malaka. Alfonso de Albuquerque bersama pasukannya kemudian menyerang Malaka dan berhasil menguasainya pada tahun 1511. 

       Dari Malaka, ekspedisi bangsa Portugis meneruskan perjalanan ke timur di bawah pimpinan Francisco Serro. Pada tahun 1512, bangsa Portugis akhirnya sampai di Ternate Maluku.

       Setelah menguasai Malaka dan Maluku, bangsa Portugis bermaksud melebarkan kekuasaannya ke Pulau Sumatra yang kaya dengan lada Namun, usaha tersebut kurang berhasil karena terdapat Kerajaan Aceh yang mendominasi perdagangan lada di Pulau Sumatra. Bangsa Portugis juga meluaskan perdagangannya ke Pulau Jawa.

Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia 

         Pada awalnya, para pedagang bangsa Portugis berusaha merahasiakan jalur perdagangan ke Benua Asia. Namun, akhirnya jalur pelayaran bangsa Portugis ini berhasil diketahui bangsa lain. Seorang berkebangsaan Belanda yang bekerja pada perusahaan pelayaran Portugis, Jan Huygen van Linschoten, menerbitkan catatan perjalanannya yang berjudul Catatan Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis. Catatan tersebut berisi peta-peta dan gambaran tentang wilayah dan barang dagangan bangsa Portugis.

        Berdasakan catatan pelayaran tersebut, pada tahun 1595, ekspedisi Belanda berlayae ke Asia. Ekspedisi ini dilakukan dengan empat buah kapal. Armada kapal ini dipimpin oleh Cornelis de Houtman.

        Cornelis de Houtman tiba di Banten pada bulan Juni 1596. Dari Banten, misi pelayaran Belanda terus bergerak ke timur menuju Kepulauan Maluku. Di Kepulauan Maluku, armada de Houtman berhasil mengangkut rempah-rempah dalam jumlah yang sangat besar. 

Kedatangan Bangsa Inggris ke Indonesia 

        Pada tahun 1600, Ratu Elizabeth I dari Inggris memberi hak Oktrooi kepada Maskapai Hindia Timur (The East India Company) atau disingkat EIC. Maskapai Hindia Timur sendiri merupakan kongsi dagang Inggris yang berpusat di India.

        Sir James Lancaster adalah orang pertama yang ditunjuk untuk memimpin armada pelayaran Inggris ke dunia Timur. Armada dagang ini tiba di Aceh pada tahun 1602 dan meneruskan pelayarannya ke Banten. Saat itu, Sir James Lancaster mendapat izin untuk membangun kantor dagang di pelabuhan Banten. Armada Lancaster kembali ke Inggris dengan mengangkut Lada yang sangat banyak. Misi pelayaran Inggris selanjutnya dipimpin oleh Sir Henry Middleton pada tahun 1604. Middleton berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon, dan Banda. Di Kepulauan Maluku, Inggris mendapat persaingan dan akhirnya mencari pelabuhan perdagangan lain, seperti Sukadana (Kalimantan Barat), Makassar, Jakarta, Jepara, Aceh, Parlaman, dan Jambi.

        Pada tahun 1811, tentara Inggris menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda. Pemerintahan Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat. Saat itu, Gubernur Jenderal Lord Minto, pimpinan EIC, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubenur Jenderal di Hindia Belanda. Namun, berdasarkan Perjanjian London, 1815, Inggris harus menyerahkan kekuasaannya kepada Belanda. Tahun 1816, Inggris melaksanakan kewajibannya. 


B.  Perkembangan Kekuasaan Bangsa Eropa Di Indonesia   

 Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia

        Bangsa Portugis berhasil menanamkan kekuasaan di Indonesia dari tahun 1511 sampai tahun 1641. Pada tahun 1511, armada penjelajah Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque tiba di Malaka dan terlibat peperangan dengan Sultan Malaka, Sultan Mahmud Syah (1488-1528). Alfonso de Albuquerque mengerahkan 18 buah kapal perang ke Malaka. Dalam peperangan tersebut, Portugis berhasil memaksa Kerajaan Malaka untuk menyerah. Portugis menguasai Malaka sejak bulan November 1511. Setelah Malaka dikuasai Portugis, perdagangan interinsuler yang bebas berubah menjadi perdagangan monopoli oleh Portugis.

Kekuasaan VOC di Indonesia

       Besarnya keuntungan yang diperoleh dari perdagangan rempah-rempah menyebabkan para pengusaha di Belanda bersaing untuk berlayar ke Maluku. Harga rempah-rempah di Eropa pun semakin tidak terkendali. Melihat kenyataan ini, pada tahun 1598 Parlemen Belanda (Staten Generaal) mengusulkan agar semua perusahaan pelayaran membentuk sebuah kongsi dagang. Pada bulan Maret 1602, terbentuklah Perserikatan Maskapai Hindia Timur VOC, dan bermarkas di Amsterdam. 

        VOC mendapat hak-hak istimewa yang disebut hak Oktrooi yang diberikan oleh Parlemen Belanda. Hak Oktrooi yang diberikan Parlemen Belanda kepada VOC adalah sebagai berikut.

      1) . Hak monopoli dagang di wilayah-wilayah antara Amerika Selatan dan Afrika.

      2). Hak memiliki angkatan perang dan membangun benteng pertahanan.

      3). Hak berperang dan menjajah

      4). Hak mengangkat pegawai

      5). Hak melakukan pengadilan dan hak mencetak serta mengedarkan uang sendiri.

        Pada awalnya, VOC diatur oleh Heeran XVII di Belanda. Namun, jauhnya jarak membuat pemerintahan Belanda menunjuk seorang gubernur jenderal untuk menangani urusan VOC. Saat itulah VOC benar-benar dapat menguasai perdagangan nusantara setelah dapat menduduki pelabuhan Jayakarta.

Kekuasaan Daendels di Indonesia 

       Kekuasaan VOC di Indonesia bertahan kurang lebih satu abad. Menjelang akhir abad ke-18, VOC mulai mengalami kemunduran akibat kerugian oleh faktor-faktor berikut :

      1). Korupsi dan pencurian yang dilakukan para pegawai VOC 

      2). Maraknya perdagangan gelap di jalur monopoli

      3). Besarnya anggaran belanja VOC tidak seimbang dengan pemasukannya. 

           Selain itu, VOC juga menghadapi hambatan-hambatan berikut:

     1).  Pemilihan pegawai VOC kurang cakap

     2). Sistem manajemen dan keuangan VOC yang sangat buruk

     3). Perselisihan antara pegawai VOC atau dengan penduduk setempat

      Melihat kenyataan ini, akhirnya VOC dibubarkan pada tahun 1799. Kekuasaan ini diambil alih oleh Pemerintahan Belanda yang pada waktu itu dikuasi oleh Prancis. Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia dari tahun 1808 hingga 1811.

      Kebijakan Daendels yang lain adalah membangun jalan utama yang menghubungkan kota-kota di sepanjang Pantai Utara Jawa. Namun, karena tindakannya yang cukup keras, ia di panggil pulang ke Belanda pada tahun 1811.

Kekuasaan Inggris di Indonesia

      Inggris berkuasa di Indonesia sejak tahun 1811 setelah melakukan serangan darat dan laut atas wilayah kekuasaan Belanda di pulau jawa. Akibat serangan tersebut, Belanda menyerah tanpa syarat dan harus memberikan wilayah kekuasaannya kepada pemerintah Inggris. 

      Kekuasaan Inggris di Indonesia di wakili oleh badan perdagangan Inggris yang berpusat di Calcuta, India, yaitu East Indian Company (EIC). Di Indonesia, EIC menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal.

      Kekuasaan Raffles di Indonesia berakhir pada tahun 1814 setelah terjadi Konvensi London antara Inggris dan Belanda. Dalam Konvensi London ditetapkan bahwa Inggris harus mengembalikan semua wilayah jajahan Belanda yang telah dikuasainya. Inggris menyerahkan kekuasaan kepada Belanda pada tahun 1816. 

Pemerintah Kolonial Belanda 

     Belanda kembali menguasai wilayah Indonesia berdasarkan Konvensi London tahun 1814. Pemerintahan Kolonial Belanda selanjutnya dipegang oleh sebuah komisi yang beranggotakan Van der Capellen, Elout, dan Buyskes. Di antara ketiganya, Van der Capellen memainkan peranan yang paling besar. 

    Selanjutnya, pemerintah kolonial belanda di bawah Gubernur Jenderal Van den Bosch mengambil kebijakan yang dikenal dengan nama tanam paksa. Kebijakan tanam paksa dilakukan dengan membebaskan 1/5 tanah setiap desa untuk ditanami tanaman ekspor. Hasil tanaman ekspor harus diserahkan kepada pemerintah kolonial belanda. Pemerintahan kolonial belanda mendapat keuntungan yang sangat besar dari sistem tanan paksa. Dari keuntungan ini, utang Belanda dapat dilunasi dan semua masalah keuangan dapat diatasi. Kekuasaan kolonial belanda berlangsung hingga meletusnya Perang Dunia II pada tahun 1942 dengan datangnya kekuasaan jepang.

 

               


0 Response to "Materi SEJARAH INDONESIA SMA Kelas XI Semester 1 (BAB 1) Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel